Kaidah Syarth dan Hadzfu Jawab Syarth
Oleh :
Naili Fitri
[Prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam
UIN Sunan Kalijaga]
BAB
I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an
sebagai pedoman umat islam yang harus diyakini kebenaranya secara mutlak
sebagai ontologi dari nilai-nlai al-Qur’an, akan tetapi hal ini tidak bisa
diartikan dalam ranah penafsiran yang mana hal tersebut merupakan ijtihad
seseorang dalam menggali kebenaran al-Qur’an melalui akal pikiran, keilmuan dan
kemampuan yang mereka miliki. Sehingga
dari hal tersebut kebenaran al-Qur’an dalam ruang lingkup penafsiran menjadi
relatif kebenaranya.[1]
Nilai
sastra yang sangat kuat di dalam al-Qur’an menjadikannya sebagai salahsatu
objek yang sangat menarik untuk dikaji, oleh karena itu erat kaitanya kaidah
penafsiran terhadap hal tersebut, dalam upaya menggali makna-makna al-Qur’an
khususnya kebahasaan. Hubungan kaidah penafsiran dengan kebahasaan menciptakan
tema-tema menarik dalam penafsiran
al-Qur’an, salah satu tema tersebut adalah kaidah Syarat dan Hadzf
Jawabusy-Syarth.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Kata-kata
Syarat dalam al-Qur’an ?
2.
Perbedaan
Penggunaan In dan Idza ?
3.
Hadfu
Jawab dan Syarath?
BAB
II
Pembahasan
A. Lafadz Syarat didalam Al-Qur’an
Adat asy-syart dalam imu nahwu yakni huruf-huruf yang digunakan
mensyaratkan sesuatu. Ada yang tidak mempengaruhi kata-kata setelahnya dari
segi i’rab sehingga tidak menjazamkannya yaitu idza, law, dan law maa.
Sedangkan yanng menjazamkan kata sesudahnya antara lain in, man, maa, mahamaa,
dan ayyu.[2]
Sedangkan dalam al-Qur’an terdapat beberapa adat syarat[3] :
1.
In (jika)
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ
وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ
تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ ۖ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ
مَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
artinya :“kepunyaan Allah-lah
segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu
melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya
Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah
mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya;
dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. Al-Baqoroh : 284)
2.
Idza(bila,jika)
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ
فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ
وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan
kemenangan. dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong.
maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (Q.S. An-Nasr
: 1-3)
3.
Man (siapa)
وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ
يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan
menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Q.S. an-Nisa : 110)
4.
Mahma (apapun)
وَقَالُوا مَهْمَا
تَأْتِنَا بِهِ مِنْ آيَةٍ لِتَسْحَرَنَا بِهَا فَمَا نَحْنُ لَكَ
بِمُؤْمِنِين
“Mereka berkata: "Bagaimanapun kamu
mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan
itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu".”
(Q.S. al-A’raf : 132)
5.
Aina (dimana)
أَيْنَمَا تَكُونُوا
يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ
وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ ۗ وَإِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُوا
هَٰذِهِ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُوا هَٰذِهِ
مِنْ عِنْدِكَ ۚ قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ فَمَالِ هَٰؤُلَاءِ الْقَوْمِ
لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan
kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka
memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah",
dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini
(datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya
(datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik)
hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?”
(Q.S. an-Nisa :78)
6.
Ayyun (apa)
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ
ادْعُوا الرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ
وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ
سَبِيلًا
“Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah
Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna
(nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu
dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua
itu".”
(Q.S. al-Isra’: 110)
7.
Law (jika, sekiranya, seandainya)
Ada
dua macam yaitu :
a. Huruf
syarat untuk sesuatu yang telah lampau, disebut dengan huruf imtina’ lil
imtina’ (akibat dari sesuatu itu tidak akan terjadi jika sesuatu itu tidak
terjadi) atau huruf untuk sesuatu yang akan terjadi karena terjadinya sesuatu
yang lain. Contoh :
· وَلَوْشَاءَ رَبُكَ
لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً (هود : ١١٨)
“Jikalau
tuhanmu menghendaki, tentu dia menjadikan manusia umat yang satu....”
(QS. Hud :118)
· لَوْكَانَ فِيْهِمَا
ءَالِهَةٌ إِلَّا اللهَ لَفَسَدَتَا (اللأنبياء : ۲۲)
“seandainya
dilangit dan bumi ada banyak tuhan selain Allah niscaya keduanya akan
binasa” (QS. Al-Anbiya’:22).
· لَوْ كَانَ عَرَضًا
قَرِيبًا وَسَفَرًا
قَاصِدًا لَاتَّبَعُوكَ وَلَٰكِنْ بَعُدَتْ عَلَيْهِمُ الشُّقَّةُ ۚ
وَسَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَوِ اسْتَطَعْنَا لَخَرَجْنَا مَعَكُمْ يُهْلِكُونَ
أَنْفُسَهُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
“Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu
keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh,
pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa
oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: "Jikalau kami
sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu". Mereka membinasakan diri
mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar
orang-orang yang berdusta.”
(Q.S. At taubah : 42)
b. Huruf
syarat untuk sesuatu yang akan datang, berma’na “in” yaitu tidak
berfaedah untuk mencegah
وَلْيَخْشَ الذِّيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ
خَلْفِهِمْ ذُرِّيَةً ضِعَافًا خَافُوْا عَلَيْهِمْ (النساء : ٩)
“Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang khawatir terhadap kesejahteraan
mereka.....”(QS. An-Nisa’: 9).[4]
8.
Law laa
·
Berfungsi untuk
mencegah sesuatu karena adanya sesuatu yang lain. Contoh :
لَوْلَا
اَنْتُمْ لَكُنَّا مُؤْمِنِيْنَ
“Seandainya
bukan karena kamu, kami pasti telah menjadi orang-orang mukmin”
(QS. As-Saba’ [34] : 31)
·
Juga berfungsi
untuk mendorong suatu aktivitas, misalnya firman Allah:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا
كَّافَةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍمِنْهُمْ طَائِفَةٌ
لِيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذَرُوْا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوْا
إِلَيْهِمْ لَعَلّهُمْ يَحْذَرُوْنَ
“ Tidak
pernah wujud (tidak sepantasnya) kaum Mukmin seluruhnya keluar untuk berperang,
(tetap)i hendaknya ada satu golongan dari mereka yang memperdalam pengetahuan
agama dan agar mereka memberi peringatan kepada kaum mereka setelah mereka
kembali, agar kaum mereka itu senantiasa berhati-hati”
(QS. At-Taubah[9]: 121).
·
Lau laa
juga digunakan untuk mengecam dan mengundang penyesalan seperti ayat :
لَوْلَا جَاءُواْ
عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءُ فَإِذْلَمْ يَأْتُوْا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَئِكَ
عِنْدَ اللهِ هُمُ الْكَاذِبُوْنَ
“(Semestinya)
mereka itu mendatangkan empat orang saksi, Jika mereka tidak mendatangkan
saksi-saksi, maka mereka itu disisi Allah adalah pembohong-pembohong” (QS.
An-Nur [24]: 13)[5]
9. Lawmaa
Adapun fungsi lawmaa
adalahseperti halnya lawlaa
10. Amma
Dengan difathah dan ditasydid, merupakan
huruf syarh yang berfungsi untuk li at-Tafshil (merinci) dan li
at-Ta’kid (menguatkan). Contoh :
·
Li at-Tafshil
(merinci)
فَأَمَّا
الْيَتِيْمَ فَلَا تَقْهَرْ وَأَمَّا اْلسَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ وَأَمَّا
بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“(sebab itu) terhadap anak yatim
janganlah kamu berlaku sewenang-wenang, dan terhadap orang yang meminta-minta,
janganlah kamu menghardik, dan terhadap nikmat tuhanmu, maka hendaklah kamu
siarkan”. (QS. Adl-Dluha [93]: 9-11)
·
Li at-Ta’kid
(memperkuat)
Belum
menemukan contohnya.
11. Lamma
Huruf syarath
yang menunjukkan wujudnya sesuatu karena ada wujudnya yang lain, hanya masuk
pada fi’il madli serta didalamnya harus terdapat dua jumlah
(kalimat) yang pertama disebut syarat dan yang kedua disebut jawab. Contoh
:
·
Jawabnya berupa fi’il
madli
وَلَمَّا
جَاءَ مُوْسَى لِمِيْقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ
أَرِنِى أَنْظُرْ إِلَيْكَ
“Dan
tatkala musa datang untuk (munajat dengan kami) peda waktu yang telah kami
tentukan dan tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa : “Ya
Tuhanku, nampakkanlah (diri engkau) kepadaku agar aku dapat melihat engkau.”
(QS. Al-A’raf [7]: 143)
·
Jawabnya berupa
jumlah ismiyah yang besambung dengan idz fujaiyah (
فَلَمَّا
نَجَّاهُمْ اِلَى اْلبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُوْنَ
“maka tatkala Allah menyelamatkan mereka
sampai kedaratan tiba-tiba mereka kembali mempersekutukan Allah.”
(QS. Al-Ankabut[29]: 65)
·
Jawabnya
menggunakan fa’
فَلَمَّا نَجَّاهُمْ
اِلَى اْلبَرِّ فَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمَا يَجْحَدُ بِاَيَاتِنَا
إِلَّا كُلُّ خَتّارٍ كَفُوْرٍ
“Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka
sampai di daratan, lalu sebagian mereka menempuh jalan yang lurus. Dan tidak
ada yang mengingkari ayat-ayat kami selain orang-orang yang tidak setia lagi
ingkar” (QS. Luqman [31]: 32) [6]
B.
Perbedaan
Penggunaan In dan Idza
Menurut
ketentuan asal, lafadz In (إن) itu digunakan untuk sesuatu yang
diragukan atau yang jarang terjadi[7]
dan harus berdampingan dengan fi’il
mudlari’ (kata kerja sekarang atau yang akan datang) karena
menunjukkan sesuatu yang terjadinya itu ragu-ragu.[8]
Sedangkan lafadz Idza (إذا) itu digunakan untuk
sesuatu yang diyakini terjadi atau diduga keras terjadi atau seringkali terjadi[9]
dan berdampingan dengan fi’il madli (kata kerja lampau) karena
menunjukkan sesuatu yang pasti terjadi.[10] Perhatikan
kata-kata yang terdapat setelah in dan idza pada contoh ayat berikut :
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ
أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ
لِلْوَالِدَيْنِ وَ الْلأَقْرَبِيْنَ بِالْمَعْرُوْفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ
“Diwajibkan
atas kamu apabila (idza) tanda-tanda kematian hadir kepada salah
seorang diantara kamu, jika (in) ia meninggalkan harta yang banyak,
diwajibkan atasnyaberwasiat dengan baikkepada kedua orang tua dan para kerabat,
itu adalah sesuatu yang hak (kewajiban) bagi orang yang bertakwa”
Ketika
ayat tersebut menunjukkan “tanda-tanda kematian” ia menggunakan kata idza
karena hal tersebut pasti akan terjadi, sedangkan ketika berbicara tentang
“harta yang banyak yang ditinggal”, ayat tersebut menggunakan lafadz in, karena
hal tersebut jarang atau diragukan terjadinya pada setiap orang.[11]
يَأَيُّهَا الذِّيْنَ أَمَنُوْا إِذَاقُمْتُمْ
إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى
الْمَرَاقِفِ وَامْسَحُوْا بِرُؤُسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ
كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى اَوْ
عَلَى سَفَرٍ............
“ Wahai orang-orang yang beriman apabila (idza) kamu telah
akan menuju pelaksanaan sholat, maka basuhlah wajah dan tanganmu hingga
ke siku, usaplah kepala kamu dan kaki kamu sampai ke mata kaki,, dan jika
(in) kamu dalam keadaan junub, maka bersucilah dan jika kamu
sakit atau dalam bepergian..........”
Dalam
konteks melaksanakan sholat digunakan lafadz idza, karena menunjukkan
pasti dilaksanakannya sholat, bagi orang-orang yang beriman, sedangkan untuk
keadaan junub atau sakit digunakan redaksi in karena hal tersebut jarang
terjadi.[12]
Contoh
yang lain yakni:
إن تستفتحوا
فقد جاءكم الفتح وإن تنتهوا فهو خير لكم و إن تعودوا
نعود ولن تغني عنكم فئتكم شيئا ولو كثرت و أن الله مع المؤمنين
Dari
contoh diatas dapat dilihat bersama bahwa setelah in berupa fi’il mudlari’.
Didalam
al-Qur’an seringkali ditemukan huruf in digunakan dalam konteks kalam Allah
yang ditujukan kepada orang-orang yang beriman, contoh :
يَّأَيُّهَا
الذِّيْنَ ءَامَنُوْا إِنْ تَنْصُرُوْا اللهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ
أَقْدَامَكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman jika (in) kamu membela agama
Allah niscaya Allah membela kamu dan memantapkan posisi/pendirian kamu”
(QS. Muhammad [47]:7).
Atau
berbagai ayat yang ditutup dengan lafadz : إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْن (jika kamu beriman). Penggunaan
in pada kedua contoh diatas bertujuan untuk mengingatkan mitra bicara agar
tidak yakin tentang kualitas pembelaannya terhadap agama Allah/imannya agar ia
terdorong untuk meningkatkannya, karena siapa yang telah yakin mencapai
targetnya, maka dia sering kali berhenti, tidak berusaha lagi. Hal tersebut
tidak dikehendaki oleh pesan ayat-ayat semacam diatas.[13]
C.
Hadzf
Jawab Syarth
Korelasi antara kaidah penafsiran dengan ilmu kebahasaan memang
tidak bisa dipisahkan, karena al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab sehingga
untuk memahami maknanya harus menguasai ilmu-ilmu bantu lain, khususnya pada
permasalahan hadzfu jawab dan syarath adalah ilmu nahwu. Hadfu Jawabusy-Syarth
menurut as-Sa’di (disadur oleh Abdurrahman
Dahlan dalam buku Kaidah-kaidah Penafsiran al-Qur’an). Jawabusy-syarth
dari jumlah syartiyyah yang dibuang menunjukan pentingnya masalah yang
dibicarakan, semisal jika membicarakan masalah siksa (azab) berarti sedang
menunjukan kedasyatan siksan tersebut.[14]
Adapun contoh-contoh Hadfu Jawabusy-Syarth didalam al-Qur’an adalah
sebagai berikut :
وَلَوْ
تَرَىٰ إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا
أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ
“Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa
itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): "Ya Tuhan
kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia),
kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
yakin". (QS Sajdah 12).
وَلَوْ تَرَىٰ إِذْ
فَزِعُوا فَلَا فَوْتَ وَأُخِذُوا مِنْ مَكَانٍ قَرِيبٍ وَقَالُوا آمَنَّا بِهِ
وَأَنَّىٰ لَهُمُ التَّنَاوُشُ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍوَقَدْ كَفَرُوا بِهِ مِنْ
قَبْلُ ۖ وَيَقْذِفُونَ بِالْغَيْبِ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ
“Dan (alangkah hebatnya) jikalau kamu melihat ketika mereka (orang-orang
kafir) terperanjat ketakutan (pada hari kiamat); maka mereka tidak dapat
melepaskandiri dan mereka ditangkap dari tempat yang dekat untuk dibawa ke
neraka , Dan (di waktu itu) mereka berkata: "Kami beriman kepada
Allah", bagaimanakah mereka dapat mencapai (keimanan) dari tempat yang
jauh itu.Dan sesungguhnya mereka telah mengingkari Allah sebelum itu; dan
mereka menduga-duga tentang yang ghaib dari tempat yang jauh.( QS Saba’ 51-53).
وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ
اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ
ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ
اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan
selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun
orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya
orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada
hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat
berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS al-Baqarah 165).
BAB
III
Penutup
A. Kesimpulan
setelah
mengkaji makalah ini, dapat diambil kesimpulan bahwa banyak sekali
syarat-syarat yang digunakan di dalam al-Qur’an, adapun redaksi syarat didalam
al-Qur’an menggunakan adat Syarat diantaranya: in, idza, man, mahma,aina,
ayyun, law, lawlaa, lawmaa, amma, lamma.
Adapun
perbedaan penggunaan in dan idza adalah, jika in maka
digunakan untuk menyatakan sesuatu yang masih ragu-ragu atau belum pasti
kejadiannya dan setelahnya menggunakan redaksi fi’il mudlori’. Sedangkan
idz digunakan untuk menyatakan sesuatu yang sudah pasti, dan redaksi
setelahnya menggunakan fi’il madli.
B. Saran
Didalam
penulisan makalah ini, kami sebagai penulis makalah ini telah mencurahkan
segala tenaga, upaya dan pemikiran kami untuk menyelasaikan penulisan makah ini
dengan sebaik-baiknya dan mendekati sempurna, agar dapat dikaji dan difahami
oleh para pembaca. Namun tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Penulis
menyadari akan kekurang sempurnaan dan kesalahan, oleh karena diharapkan kepada
pembaca untuk mengkoreksi dan menelaah kembali makalah ini. Kami dengan senang
dan sangat berterimakasih akan menerima segala kritik dan masukan untuk
memperbaikinya lagi. Akhir kata sekian dari kami kurang lebihnya kami mohon
maaf atas segala kurang dan khilaf, semoga makalah ini dapat membawa manfaat bagi
seluruh pihak.
[2] M.
Quraisy Syihab, Kaidah Penafsiran, 2013, Hlm. 91.
[3]Abdurrahaman
Dahlan, Kaidah-kaidah Tafsir, (Jakarta : Amzah,2010), Hlm 57.
[4] Musthofa
al-Gholayyin, Jami’ud Durus, (Beirut : Daar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1971),
Hal. 194.
[5] M.
Quraisy Syihab, Kaidah Tafsir, (Langerang: Lentera Hati, 2015) hal.
94-95.
[7] Ibid,
hal 91.
[8] Ahmad
Izzan, Studi Kaidah Tafsir Al-Qur’an, (Bandung : Humaniora, 2009), 59.
[9] M.
Quraisy Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2015), hal 91.
[10] Ahmad
Izzan, Studi Kaidah Tafsir Al-Qur’an, (Bandung : Humaniora, 2009), 59.
[11] M.
Quraisy Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2015), hal 92.
[12] M.
Quraisy Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2015), hal
92-93.
[13] Ibid,
hal. 93.
[14] Abd.
Rahman Dahlan, Kaidah-kaidah Penafsiran al-Qur’an (Bandung :Mizan,
1997), hlm. 86-87.
Casinos Near Casinos with Slot Machines - MapyRO
BalasHapusCasinos 김포 출장샵 Near Casinos 공주 출장마사지 with Slot Machines 구리 출장안마 - 남원 출장안마 MapyRO. Find 충주 출장샵 Casinos Near Casinos with Slot Machines locations, rates, amenities: expert Casino reviews,