Minggu, 29 Oktober 2017

Kaidah Syarath dan Hadzfu Jawab Syarth

Kaidah Syarth dan Hadzfu Jawab Syarth 
Oleh :
Naili Fitri
[Prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam
UIN Sunan Kalijaga]

 BAB I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai pedoman umat islam yang harus diyakini kebenaranya secara mutlak sebagai ontologi dari nilai-nlai al-Qur’an, akan tetapi hal ini tidak bisa diartikan dalam ranah penafsiran yang mana hal tersebut merupakan ijtihad seseorang dalam menggali kebenaran al-Qur’an melalui akal pikiran, keilmuan dan kemampuan  yang mereka miliki. Sehingga dari hal tersebut kebenaran al-Qur’an dalam ruang lingkup penafsiran menjadi relatif kebenaranya.[1]
Nilai sastra yang sangat kuat di dalam al-Qur’an menjadikannya sebagai salahsatu objek yang sangat menarik untuk dikaji, oleh karena itu erat kaitanya kaidah penafsiran terhadap hal tersebut, dalam upaya menggali makna-makna al-Qur’an khususnya kebahasaan. Hubungan kaidah penafsiran dengan kebahasaan menciptakan tema-tema menarik dalam  penafsiran al-Qur’an, salah satu tema tersebut adalah kaidah Syarat dan Hadzf Jawabusy-Syarth.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Kata-kata Syarat dalam al-Qur’an ?
2.      Perbedaan Penggunaan In dan Idza ?
3.      Hadfu Jawab dan Syarath?


BAB II
Pembahasan

A.    Lafadz Syarat didalam Al-Qur’an
Adat asy-syart dalam imu nahwu yakni huruf-huruf yang digunakan mensyaratkan sesuatu. Ada yang tidak mempengaruhi kata-kata setelahnya dari segi i’rab sehingga tidak menjazamkannya yaitu idza, law, dan law maa. Sedangkan yanng menjazamkan kata sesudahnya antara lain in, man, maa, mahamaa, dan ayyu.[2]
Sedangkan dalam al-Qur’an terdapat beberapa adat syarat[3] :
1.      In (jika)
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ ۖ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
artinya :“kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. Al-Baqoroh : 284)
2.      Idza(bila,jika)
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (Q.S. An-Nasr : 1-3)

3.      Man (siapa)
وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. an-Nisa : 110)

4.      Mahma (apapun)
وَقَالُوا مَهْمَا تَأْتِنَا بِهِ مِنْ آيَةٍ لِتَسْحَرَنَا بِهَا فَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِين
“Mereka berkata: "Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu".”
(Q.S. al-A’raf  : 132)

5.      Aina (dimana)
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ ۗ وَإِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُوا هَٰذِهِ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُوا هَٰذِهِ مِنْ عِنْدِكَ ۚ قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ فَمَالِ هَٰؤُلَاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?”
(Q.S. an-Nisa :78)

6.      Ayyun (apa)
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا
“Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu".”
(Q.S. al-Isra’: 110)

7.      Law (jika, sekiranya, seandainya)
Ada dua macam yaitu :
a.       Huruf syarat untuk sesuatu yang telah lampau, disebut dengan huruf imtina’ lil imtina’ (akibat dari sesuatu itu tidak akan terjadi jika sesuatu itu tidak terjadi) atau huruf untuk sesuatu yang akan terjadi karena terjadinya sesuatu yang lain. Contoh :
·       وَلَوْشَاءَ رَبُكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً (هود : ١١٨)
Jikalau tuhanmu menghendaki, tentu dia menjadikan manusia umat yang satu....” (QS. Hud :118)
·       لَوْكَانَ فِيْهِمَا ءَالِهَةٌ إِلَّا اللهَ لَفَسَدَتَا (اللأنبياء : ۲۲)
seandainya dilangit dan bumi ada banyak tuhan selain Allah niscaya keduanya akan binasa” (QS. Al-Anbiya’:22).
·       لَوْ كَانَ عَرَضًا قَرِيبًا وَسَفَرًا قَاصِدًا لَاتَّبَعُوكَ وَلَٰكِنْ بَعُدَتْ عَلَيْهِمُ الشُّقَّةُ ۚ وَسَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَوِ اسْتَطَعْنَا لَخَرَجْنَا مَعَكُمْ يُهْلِكُونَ أَنْفُسَهُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
“Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: "Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu". Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta.”
(Q.S. At taubah : 42)
b.      Huruf syarat untuk sesuatu yang akan datang, berma’na “in” yaitu tidak berfaedah untuk mencegah
وَلْيَخْشَ الذِّيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَةً ضِعَافًا خَافُوْا عَلَيْهِمْ (النساء : ٩)
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang khawatir terhadap kesejahteraan mereka.....”(QS. An-Nisa’: 9).[4]
8.      Law laa
·         Berfungsi untuk mencegah sesuatu karena adanya sesuatu yang lain. Contoh :
لَوْلَا اَنْتُمْ لَكُنَّا مُؤْمِنِيْنَ
Seandainya bukan karena kamu, kami pasti telah menjadi orang-orang mukmin” (QS. As-Saba’ [34] : 31)
·         Juga berfungsi untuk mendorong suatu aktivitas, misalnya firman Allah:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَّافَةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍمِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذَرُوْا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوْا إِلَيْهِمْ لَعَلّهُمْ يَحْذَرُوْنَ
“ Tidak pernah wujud (tidak sepantasnya) kaum Mukmin seluruhnya keluar untuk berperang, (tetap)i hendaknya ada satu golongan dari mereka yang memperdalam pengetahuan agama dan agar mereka memberi peringatan kepada kaum mereka setelah mereka kembali, agar kaum mereka itu senantiasa berhati-hati” (QS. At-Taubah[9]: 121).
·         Lau laa juga digunakan untuk mengecam dan mengundang penyesalan seperti ayat :
لَوْلَا جَاءُواْ عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءُ فَإِذْلَمْ يَأْتُوْا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَئِكَ عِنْدَ اللهِ هُمُ الْكَاذِبُوْنَ
“(Semestinya) mereka itu mendatangkan empat orang saksi, Jika mereka tidak mendatangkan saksi-saksi, maka mereka itu disisi Allah adalah pembohong-pembohong” (QS. An-Nur [24]: 13)[5]
9.      Lawmaa
Adapun fungsi lawmaa adalahseperti halnya lawlaa
10.  Amma
Dengan difathah dan ditasydid, merupakan huruf syarh yang berfungsi untuk li at-Tafshil (merinci) dan li at-Ta’kid (menguatkan). Contoh :
·         Li at-Tafshil (merinci)
فَأَمَّا الْيَتِيْمَ فَلَا تَقْهَرْ وَأَمَّا اْلسَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“(sebab itu) terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang, dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah kamu menghardik, dan terhadap nikmat tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan”. (QS. Adl-Dluha [93]: 9-11)

·         Li at-Ta’kid (memperkuat)
Belum menemukan contohnya.
11.  Lamma
Huruf syarath yang menunjukkan wujudnya sesuatu karena ada wujudnya yang lain, hanya masuk pada fi’il madli serta didalamnya harus terdapat dua jumlah (kalimat) yang pertama disebut syarat dan yang kedua disebut jawab. Contoh :
·         Jawabnya berupa fi’il madli
وَلَمَّا جَاءَ مُوْسَى لِمِيْقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِى أَنْظُرْ إِلَيْكَ
“Dan tatkala musa datang untuk (munajat dengan kami) peda waktu yang telah kami tentukan dan tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa : “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri engkau) kepadaku agar aku dapat melihat engkau.” (QS. Al-A’raf [7]: 143)
·         Jawabnya berupa jumlah ismiyah yang besambung dengan idz fujaiyah (
فَلَمَّا نَجَّاهُمْ اِلَى اْلبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُوْنَ
“maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai kedaratan tiba-tiba mereka kembali mempersekutukan Allah.” (QS. Al-Ankabut[29]: 65)
·         Jawabnya menggunakan fa’
فَلَمَّا نَجَّاهُمْ اِلَى اْلبَرِّ فَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمَا يَجْحَدُ بِاَيَاتِنَا إِلَّا كُلُّ خَتّارٍ كَفُوْرٍ
“Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar” (QS. Luqman [31]: 32) [6]

B.     Perbedaan Penggunaan In dan Idza
Menurut ketentuan asal, lafadz In (إن) itu digunakan untuk sesuatu yang diragukan atau yang jarang terjadi[7] dan harus berdampingan dengan fi’il  mudlari’ (kata kerja sekarang atau yang akan datang) karena menunjukkan sesuatu yang terjadinya itu ragu-ragu.[8] Sedangkan lafadz Idza (إذا) itu digunakan untuk sesuatu yang diyakini terjadi atau diduga keras terjadi atau seringkali terjadi[9] dan berdampingan dengan fi’il madli (kata kerja lampau) karena menunjukkan sesuatu yang pasti terjadi.[10] Perhatikan kata-kata yang terdapat setelah in dan idza pada contoh ayat berikut :
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَ الْلأَقْرَبِيْنَ بِالْمَعْرُوْفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ
“Diwajibkan atas kamu apabila (idza) tanda-tanda kematian hadir kepada salah seorang diantara kamu, jika (in) ia meninggalkan harta yang banyak, diwajibkan atasnyaberwasiat dengan baikkepada kedua orang tua dan para kerabat, itu adalah sesuatu yang hak (kewajiban) bagi orang yang bertakwa”
Ketika ayat tersebut menunjukkan “tanda-tanda kematian” ia menggunakan kata idza karena hal tersebut pasti akan terjadi, sedangkan ketika berbicara tentang “harta yang banyak yang ditinggal”, ayat tersebut menggunakan lafadz in, karena hal tersebut jarang atau diragukan terjadinya pada setiap orang.[11]
يَأَيُّهَا الذِّيْنَ أَمَنُوْا إِذَاقُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَاقِفِ وَامْسَحُوْا بِرُؤُسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى اَوْ عَلَى سَفَرٍ............
“ Wahai orang-orang yang beriman apabila (idza) kamu telah akan menuju pelaksanaan sholat, maka basuhlah wajah dan tanganmu hingga ke siku, usaplah kepala kamu dan kaki kamu sampai ke mata kaki,, dan jika (in) kamu dalam keadaan junub, maka bersucilah dan jika kamu sakit atau dalam bepergian..........”
Dalam konteks melaksanakan sholat digunakan lafadz idza, karena menunjukkan pasti dilaksanakannya sholat, bagi orang-orang yang beriman, sedangkan untuk keadaan junub atau sakit digunakan redaksi in karena hal tersebut jarang terjadi.[12]
Contoh yang lain yakni:
إن تستفتحوا فقد جاءكم الفتح وإن تنتهوا فهو خير لكم و إن تعودوا نعود ولن تغني عنكم فئتكم شيئا ولو كثرت و أن الله مع المؤمنين
Dari contoh diatas dapat dilihat bersama bahwa setelah in berupa fi’il mudlari’.
Didalam al-Qur’an seringkali ditemukan huruf in digunakan dalam konteks kalam Allah yang ditujukan kepada orang-orang yang beriman, contoh :
يَّأَيُّهَا الذِّيْنَ ءَامَنُوْا إِنْ تَنْصُرُوْا اللهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman jika (in) kamu membela agama Allah niscaya Allah membela kamu dan memantapkan posisi/pendirian kamu” (QS. Muhammad [47]:7).
Atau berbagai ayat yang ditutup dengan lafadz : إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْن (jika kamu beriman). Penggunaan in pada kedua contoh diatas bertujuan untuk mengingatkan mitra bicara agar tidak yakin tentang kualitas pembelaannya terhadap agama Allah/imannya agar ia terdorong untuk meningkatkannya, karena siapa yang telah yakin mencapai targetnya, maka dia sering kali berhenti, tidak berusaha lagi. Hal tersebut tidak dikehendaki oleh pesan ayat-ayat semacam diatas.[13]

C.    Hadzf Jawab Syarth
Korelasi antara kaidah penafsiran dengan ilmu kebahasaan memang tidak bisa dipisahkan, karena al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab sehingga untuk memahami maknanya harus menguasai ilmu-ilmu bantu lain, khususnya pada permasalahan hadzfu jawab dan syarath adalah ilmu nahwu. Hadfu Jawabusy-Syarth menurut as-Sa’di (disadur oleh Abdurrahman  Dahlan dalam buku Kaidah-kaidah Penafsiran al-Qur’an). Jawabusy-syarth dari jumlah syartiyyah yang dibuang menunjukan pentingnya masalah yang dibicarakan, semisal jika membicarakan masalah siksa (azab) berarti sedang menunjukan kedasyatan siksan tersebut.[14] Adapun contoh-contoh Hadfu Jawabusy-Syarth didalam al-Qur’an adalah sebagai berikut :
وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ
“Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin". (QS Sajdah 12).
وَلَوْ تَرَىٰ إِذْ فَزِعُوا فَلَا فَوْتَ وَأُخِذُوا مِنْ مَكَانٍ قَرِيبٍ وَقَالُوا آمَنَّا بِهِ وَأَنَّىٰ لَهُمُ التَّنَاوُشُ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍوَقَدْ كَفَرُوا بِهِ مِنْ قَبْلُ ۖ وَيَقْذِفُونَ بِالْغَيْبِ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ
“Dan (alangkah hebatnya) jikalau kamu melihat ketika mereka (orang-orang kafir) terperanjat ketakutan (pada hari kiamat); maka mereka tidak dapat melepaskandiri dan mereka ditangkap dari tempat yang dekat untuk dibawa ke neraka , Dan (di waktu itu) mereka berkata: "Kami beriman kepada Allah", bagaimanakah mereka dapat mencapai (keimanan) dari tempat yang jauh itu.Dan sesungguhnya mereka telah mengingkari Allah sebelum itu; dan mereka menduga-duga tentang yang ghaib dari tempat yang jauh.( QS Saba’ 51-53).
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS al-Baqarah 165).




BAB III
Penutup
A.    Kesimpulan
setelah mengkaji makalah ini, dapat diambil kesimpulan bahwa banyak sekali syarat-syarat yang digunakan di dalam al-Qur’an, adapun redaksi syarat didalam al-Qur’an menggunakan adat Syarat diantaranya: in, idza, man, mahma,aina, ayyun, law, lawlaa, lawmaa, amma, lamma.
Adapun perbedaan penggunaan in dan idza adalah, jika in maka digunakan untuk menyatakan sesuatu yang masih ragu-ragu atau belum pasti kejadiannya dan setelahnya menggunakan redaksi fi’il mudlori’. Sedangkan idz digunakan untuk menyatakan sesuatu yang sudah pasti, dan redaksi setelahnya menggunakan fi’il madli.
B.     Saran
Didalam penulisan makalah ini, kami sebagai penulis makalah ini telah mencurahkan segala tenaga, upaya dan pemikiran kami untuk menyelasaikan penulisan makah ini dengan sebaik-baiknya dan mendekati sempurna, agar dapat dikaji dan difahami oleh para pembaca. Namun tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Penulis menyadari akan kekurang sempurnaan dan kesalahan, oleh karena diharapkan kepada pembaca untuk mengkoreksi dan menelaah kembali makalah ini. Kami dengan senang dan sangat berterimakasih akan menerima segala kritik dan masukan untuk memperbaikinya lagi. Akhir kata sekian dari kami kurang lebihnya kami mohon maaf atas segala kurang dan khilaf, semoga makalah ini dapat membawa manfaat bagi seluruh pihak. 








[1]Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an, (Yogyakarta : Adab Press, 2014), hlm. 14
[2] M. Quraisy Syihab, Kaidah Penafsiran, 2013, Hlm. 91.
[3]Abdurrahaman Dahlan, Kaidah-kaidah Tafsir, (Jakarta : Amzah,2010), Hlm 57.
[4] Musthofa al-Gholayyin, Jami’ud Durus, (Beirut : Daar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1971), Hal. 194.
[5] M. Quraisy Syihab, Kaidah Tafsir, (Langerang: Lentera Hati, 2015) hal. 94-95.
[6] Musthofa al-Gholayyin, Jami’ud Durus, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah,1971), hal. 195.
[7] Ibid, hal 91.
[8] Ahmad Izzan, Studi Kaidah Tafsir Al-Qur’an, (Bandung : Humaniora, 2009), 59.
[9] M. Quraisy Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2015), hal 91.
[10] Ahmad Izzan, Studi Kaidah Tafsir Al-Qur’an, (Bandung : Humaniora, 2009), 59.
[11] M. Quraisy Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2015), hal 92.
[12] M. Quraisy Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2015), hal 92-93.
[13] Ibid, hal. 93.
[14] Abd. Rahman Dahlan, Kaidah-kaidah Penafsiran al-Qur’an (Bandung :Mizan, 1997), hlm. 86-87.

1 komentar:

  1. Casinos Near Casinos with Slot Machines - MapyRO
    Casinos 김포 출장샵 Near Casinos 공주 출장마사지 with Slot Machines 구리 출장안마 - 남원 출장안마 MapyRO. Find 충주 출장샵 Casinos Near Casinos with Slot Machines locations, rates, amenities: expert Casino reviews,

    BalasHapus